Latih Kesabaran Si Buah Hati dengan Berkebun
14-11-2020
Sejak setahun terakhir, Nayra Arifa (9 tahun) dan Muhammad Zaydan Kusuma (4 tahun) punya hobi baru yaitu berkebun. Kegiatan bercocok tanam dilakukan di lantai atas rumah mereka di Depok. Rina Kusuma, sang Bunda, menyulap pojok loteng menjadi 'Kebun Mini NayZay', sesuai nama panggilan kedua buah hatinya.
Ukuran Kebun Mini NayZay terbilang mungil, hanya 2x2 meter. Namun Bunda yang satu ini cerdik mengakali ruang sempit dengan menggunakan pot sebagai media tanam. Di kebun inilah NayZay menanam tomat, pakcoy, kangkung, cabai rawit, dan lemon cui. Selain aneka tanaman hortikultura, ada pula tanaman bunga telang ungu yang bunganya bisa dipetik lalu diseduh jadi sajian minuman.
Anak-anak tempo dulu akrab dengan aktivitas bertanam hortikultura—seperti yang tergambar dalam lagu “Menanam Jagung” ciptaan Ibu Sud—. Kini keterbatasan lahan di perkotaan cenderung menjauhkan Si Buah Hati dari aktivitas bercocok tanam. Namun, sejak tahun 2000-an muncul gerakan berkebun di wilayah perkotaan (urban farming). Kampanye semacam ini bertujuan untuk melibatkan setiap anggota masyarakat, termasuk anak-anak, untuk ikut serta secara aktif dalam kegiatan berkebun.
Menurut Clara Jessica dalam penelitian berjudul Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Seni di Sewon, Yogyakarta, Bunda dapat melibatkan Si Buah Hati dalam aktivitas berkebun sejak dini. Kegiatan tersebut merupakan salah satu cara untuk mendukung tumbuh kembang anak usia 5 tahun. Selain itu, dia juga bisa memetik banyak manfaat saat menanam tanaman dan menuai hasil berupa sayur, buah, bunga yang telah dirawat sendiri.
Muninggar Herdianing dalam penelitian berjudul Desain Sarana Berkebun dan Bermain untuk Anak Usia 4-6 Tahun di Taman Kanak-Kanak, mengatakan para pakar sepakat bahwa berkebun bermanfaat bagi perkembangan otak anak. Aktivitas ini baik untuk mengasah kecerdasan naturalis Si Buah Hati. Kegiatan ini juga membuat anak memiliki kecakapan dalam mengenali, mengelompokkan, dan menghargai berbagai macam keistimewaan yang ada di lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan pengalaman Bunda Rina, Si Buah Hati bisa melatih kesabaran saat berkebun. Dia lalu menceritakan sebuah pengalaman menarik yaitu ketika Nay dan Zay menemukan kepompong ulat saat menyiangi kebun mereka. Awalnya, keduanya panik dan jijik melihat hama tanaman yang satu itu. Namun kemudian Rina terpikir untuk mengajak NayZay untuk merawat kepompong tersebut dalam toples kaca sampai berubah jadi kupu-kupu.
Ternyata NayZay sangat menikmati proses menunggu ulat mereka bermetamorfosis dan merawatnya dengan sabar. Mereka girang bukan kepalang waktu akhirnya ada sayap yang menyembul keluar dari kepompong. “Sampai sekarang mereka sudah empat kali melepas kupu-kupu,” ucap Rina ketika dihubungi, Sabtu 28 November 2015.
Bunda Rina menambahkan, kegiatan berkebun memupuk rasa tanggung jawab dan membangun empati dalam diri Nay dan Zay. Anak-anak pun bisa belajar tentang fenomena alam dan cuaca. Mereka juga memahami siklus makhluk hidup dari kejadian metamorfosis dan proses tumbuh kembang tanaman.
Walau demikian, Rina memahami aktivitas di luar ruangan seperti berkebun juga punya risiko terhadap kesehatan Si Buah Hati. Kondisi cuaca yang bisa berubah mendadak dan media tanam yang berpotensi menyimpan kuman jadi perhatiannya. Namun itu tidak membuatnya berhenti mendorong Si Buah Hati untuk bereksplorasi.
Karena itu Rina selalu pasang mata ketika kedua buah hatinya sedang berkebun. “Kalau sudah terlalu panas, saya ajak mereka berhenti. Selesai berkebun juga mereka langsung mandi sampai bersih,” begitu katanya membagikan tips ala Kebun Mini NayZay.